Sabtu, 04 Desember 2010

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Motivasi Siswa SMA dalam Mengerjakan Pekerjaan Rumah

Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya motivasi siswa SMA dalam mengerjakan PR dan cara-cara meningkatkan motivasi tersebut. Informan dalam penelitian ini adalah 6 orang siswa SMA dan 3 orang guru pengajarnya. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode FGD (Focus Group Discussion) dan wawancara individual, serta dianalisis secara tematik. Hasil menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya motivasi dalam mengerjakan PR dapat dikelompokkan menjadi faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi tindak lanjut guru dalam pemberian PR, pemberian nilai, jenis, beban dan waktu pemberian serta tingkat kesulitan PR, bahan atau sumber untuk mengerjakan PR, cara mengajar dan karakteristik guru, pengaruh teman, dan juga dukungan keluarga. Faktor internal meliputi manfaat yang dirasakan, minat terhadap pelajaran, serta kondisi fisik. Beberapa implikasi cara untuk meningkatkan motivasi pengerjaan PR adalah memperhatikan tindak lanjut dalam pemberian PR, perancangan PR yang menjawab kebutuhan, pemberian pengetahuan/informasi dasar yang memungkinkan untuk berekplorasi, peningkatan kemampuan guru dalam mengajar dan menjalin relasi interpersonal.
Kata kunci: motivasi mengerjakan PR, pekerjaan rumah (PR), siswa SMA, dan motivasi belajar
BAB I
PENDAHULUAN
Di sekolah terdapat proses belajar mengajar yang merupakan interaksi antara guru dan siswa. Berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung kepada proses belajar yang dialami siswa itu sendiri sebagai anak didik. Agar siswa berhasil, siswa harus mampu memahami materi pelajaran yang nantinya diharapkan siswa dapat menyelesaikan ujian dengan baik sebagai hasil evaluasi belajar.
Dalam aktivitas belajar salah satu hal yang dilakukan guru selain menjelaskan materi adalah memberikan tugas. Tugas tersebut meliputi menjawab soal latihan buatan sendiri, soal dalam buku pegangan, mengerjakan pekerjaan rumah (PR), ulangan harian, ulangan umum, dan juga ujian (Slameto, 1988). Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi.
Hal yang menjadi perhatian peneliti di sini adalah pekerjaan rumah (PR). Menurut Cooper (dalam Novianti, 2003), PR merupakan tugas yang diberikan pada pelajar oleh guru sekolah untuk dikerjakan di luar sekolah. Alasan pemberian PR adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi-materi yang telah diajarkan oleh guru. Lindsay dan Cooper (dalam Novianti, 2003) menambahkan pula bahwa PR adalah alat untuk mempercepat langkah perolehan pengetahuan. PR dipercaya menjadi arti penting bagi kedisiplinan ingatan murid. Ingatan tidak hanya digunakan sebagai perolehan pengetahuan saja tetapi juga sebagai latihan mental individu. Oleh karena itu PR dianggap sebagai strategi penting dalam pengajaran.
Berkaitan dengan hal tersebut peneliti melakukan studi awal melalui angket kepada siswa-siswa dari setiap jenjang pendidikan, yaitu SD, SMP, SMA di Surabaya. Dari survei tersebut peneliti memperoleh data tentang pandangan siswa tentang PR, cara mereka mengerjakan PR, serta faktor-faktor yang mempengaruhi siswa dalam menyelesaikan PR-nya. Hasil dari studi awal terhadap 30 anak SD menunjukkan bahwa seluruh siswa (100%) memiliki pandangan yang positif terhadap PR. Mereka menganggap bahwa PR dapat menambah wawasan atau pengetahuan dan melatih siswa. Ketika PR tersebut diberikan sebagai tugas yang harus dikerjakan, mereka berusaha mengerjakan. Jika mereka merasa kesulitan, mereka akan bertanya kepada orang tua atau saudara.
Studi awal terhadap 10 siswa SMP, 70% menyatakan bahwa PR perlu diberikan dengan alasan untuk melatih siswanya dalam memahami materi yang sudah diajarkan, sedangkan sisanya menyatakan bahwa PR tidak perlu diberikan dengan alasan bahwa siswa sudah cukup lelah di sekolah sehingga waktu di rumah adalah waktu untuk beristirahat. Studi tersebut juga menunjukkan bahwa 90 % siswa berusaha menyelesaikan PR tersebut. Para siswa bertanya kepada orang tua, saudara, dan guru les mereka ketika mereka merasa kesulitan mengerjakan PR.
Hasil studi awal pada 42 siswa SMA menunjukkan 72% siswa menyatakan PR penting untuk melatih siswa, supaya siswa lebih memahami materi yang diajarkan, dan agar siswa belajar. Sisanya menyatakan bahwa PR itu tidak perlu diberikan karena dianggap membebani siswa. Hasil juga menunjukkan bahwa hampir separoh, yaitu 43% dari 42 siswa mengerjakan PR di sekolah dengan melihat hasil kerja teman yang lain. 83% siswa menyatakan dirinya sering menunda mengerjakan tugas, dengan alasan malas dan banyaknya tugas yang lain.
Studi awal di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan siswa, semakin banyak yang tidak mengerjakan PR. Hal tersebut menjadikan tujuan guru memberikan tugas tersebut tidak tercapai karena kebanyakan mereka yang mengerjakan pekerjaan rumah di sekolah itu mencontek dari teman yang sudah mengerjakan. Pada siswa SMA banyak yang menganggap PR itu penting, namun kenyataannya mereka tidak menjadikan PR itu sebagaimana mestinya. Berdasarkan uraian tersebut, tampak bahwa PR yang diberikan tidak dapat mencapai tujuannya. Padahal jika dilihat dari tujuan pemberian PR itu sendiri adalah supaya siswa berlatih, mengolah kembali materi pelajaran, menyusun jalan pikiran secara berantai, belajar membagi waktunya dengan baik, belajar teknik-teknik studi yang efisien dan efektif (Winkel, 2005). Beranjak dari fenomena diatas peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi rendahnya motivasi siswa SMA dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Adanya informasi mengenai faktor-faktor tersebut diharapkan dapat menjadi masukan bagi para guru mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk membuat PR menjadi lebih efektif, dan membangkitkan motivasi siswa dalam mengerjakan PR.


2. Kajian literatur
Brink (dalam Novianti, 2003) menyatakan bahwa PR dapat digunakan sebagai alat untuk mempercepat langkah perolehan pengetahuan. PR dapat berguna bagi kedisiplinan ingatan murid. PR merupakan suatu latihan mental yang baik, karena melatih ingatan dan pengetahuan yang diperoleh dari sekolah untuk dipelajari ulang di rumah. Oleh karena itu, PR dianggap sebagai strategi penting dalam suatu proses belajar.
PR merupakan salah satu bagian dari evaluasi yang dilakukan oleh pengajar terhadap proses belajar-mengajar. Evaluasi berarti penentuan sampai seberapa jauh sesuatu berharga, bermutu atau bernilai. Evaluasi terhadap hasil belajar yang dicapai oleh siswa dan terhadap proses belajar-mengajar mengandung penilaian terhadap hasil belajar atau proses belajar itu, sampai seberapa jauh keduanya dapat dinilai baik (Winkel, 2005).
Nasution (2005) membagi pekerjaan rumah ke dalam beberapa bentuk. Bentuk pertama adalah pekerjaan rumah sebagai belajar sendiri. Contoh-contoh dari pekerjaan rumah bentuk pertama adalah mempelajari satu bab dari buku pelajaran, menterjemahkan bahasa asing, membaca dan menghafal sajak. Pekerjaan rumah ini efektif jika bahan tersebut dapat dipelajari sendiri oleh murid.
Bentuk kedua adalah pekerjaan rumah sebagai latihan. Contohnya adalah membuat soal matematika atau fisika yang sudah dipelajari aturan dan prinsip-prinsipnya. Syaratnya agar efektif ialah bahwa semua siswa telah memahami aturan itu dan telah sanggup menerapkannya. Bila siswa-siswa tidak atau belum memiliki pengetahuan dan kemampuan itu, maka siswa akan kandas dan tak sanggup membuat pekerjaan rumah itu. Siswa merasa frustasi dan merasa jengkel terhadap bidang studi itu atau menyalinnya saja dari teman sekelas. Pekerjaan rumah serupa itu sudah jelas tidak ada bahkan negatif hasilnya.
Bentuk ketiga adalah pekerjaan rumah yang berbentuk proyek. Pada pekerjaan rumah yang berupa proyek biasanya siswa ditugaskan untuk mengumpulkan sejumlah bahan berhubungan dengan suatu masalah untuk menyusun laporan, membuat percobaan, atau demonstrasi. Efektif tidaknya pekerjaan rumah ini bergantung antara lain pada sifat pekerjaan itu. Jika pekerjaan itu terlalu sulit, maka tidak akan efektif. Jadi masalah yang dihadapkan kepada anak harus sesuai dengan latar belakang pengetahuan dan kemampuan anak agar efektif.
Pada umumnya pekerjaan rumah dipandang sebagai unsur yang penting dalam pengajaran. Hasil belajar murid banyak ditentukan hingga manakah ia melakukan pekerjaan rumahnya dengan baik dan jujur. Fungsi pekerjaan rumah yang terpenting ialah mendorong anak belajar sendiri.Agar pekerjaan rumah menjadi efektif, Nasution (2005) menyarankan agar pekerjaan rumah yang diberikan harus diintegrasikan dengan apa yang telah dipelajari anak sebelumnya. Pekerjaan rumah harus didasarkan atas apa yang telah dikuasai anak. Di samping itu pekerjaan rumah harus didasarkan pada pengetahuan dan ketrampilan yang telah dikuasai oleh semua murid. Pengajaran berprograma sangat efektif sebagai pekerjaan rumah.
Banyak penelitian telah dilakukan untuk melihat dampak positif pekerjaan rumah terhadap siswa baik secara akademis maupun tidak (misalnya Eren & Henderson, 2006; Cooper, Robinson and Patall, 2006; Corno and Xu, 2004; Johnson and Pontius, 1989; Warton, 2001 (dalam The Centre for Public Education, 2007). Penelitian terdahulu juga banyak ditujukan pada upaya untuk melihat kelompok siswa yang paling mendapatkan manfaat dari pengerjaan PR (misalnya Cooper 1989; Goldmen and Varenne 1984; Hoover-Dempsey et al., 2001; Keith and Benson, 1992; Leone and Richards 1989; Muhlenbruck et al. 2000; McDermott, Scott-Jones 1984, (dalam Centre for Public Education, 2007). Akan tetapi masih sangat minim penelitian yang menggali secara komprehensif mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi siswa dalam mengerjakan PR, lebih-lebih yang dilakukan dalam konteks di Indonesia. Kogan dan Rueda (1997) meneliti sikap terhadap PR pada siswa kelompok minoritas di California dengan membandingkan PR yang berorientasikan siswa (student-centered homework) dan PR yang berorientasikan pada instruksi guru (teacher-directed homework assignments). Hasil menunjukkan bahwa lebih banyak siswa mengerjakan PR yang berorientasikan siswa (student-centered homework) dibandingkan PR yang berorientasikan instruksi guru (teacher-directed homework). Novianti (2003) melakukan penelitian untuk melihat hubungan antara minat belajar dengan sikap terhadap pekerjaan rumah pada siswa kelas V SD. Namun penelitian-penelitian ini tidak berhasil mengungkap secara menyeluruh faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi rendahnya motivasi pengerjaan PR pada siswa SMA. Karena itulah perlu sekali dilakukan penelitian di konteks Indonesia untuk menggali secara menyeluruh faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya motivasi dalam mengerjakan PR.
3. Metode
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan studi deskriptif. Informan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang siswa SMA X Surabaya dan 3 orang guru pengajarnya. Pemilihan informan penelitian ini berdasarkan pengambilan sampel kasus tipikal, yaitu sampel yang dianggap dapat mewakili kelompok normal dari fenomena yang sedang diteliti (Poerwandari, 2001).
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara semi terstruktur, dimana dalam melakukan wawancara peneliti menggunakan pedoman wawancara mengenai aspek-aspek yang akan dibahas atau dipertanyakan, namun tidak membatasi jika ada pertanyaan di luar pedoman sepanjang itu relevan dengan topik penelitian. Wawancara kepada siswa dilakukan secara kelompok (Focus Group Discussion) dan individual. Kepada guru-guru diberikan angket terbuka, karena menolak untuk diwawancara.
Analisis dilakukan secara tematik dengan mengikuti langkah-langkah analisis yang disarankan oleh Strauss dan Corbin (1998). Untuk meningkatkan kredibilitas dalam penelitian ini, maka peneliti melakukan triangulasi metode dan data (Bryman, 2001).

BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari keenam informan siswa SMA, ada banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya motivasi siswa SMA terhadap PR. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya motivasi siswa SMA dalam pengerjaan PR dapat dikelompokkan ke dalam faktor ekternal dan internal.
A. Faktor Eksternal
1.1. Tindak lanjut guru dalam pemberian PR
Faktor yang mempengaruhi rendahnya motivasi siswa dalam mengerjakan PR adalah tindak lanjut dari pemberian PR. Seluruh siswa dalam penelitian ini merasakan bahwa guru yang kurang memperhatikan tindak lanjut dari pemberian PR menjadikan mereka kurang termotivasi mengerjakan PR. Sekalipun para guru menyatakan bahwa mereka membahas, mencocokkan dan memberikan nilai pada PR siswa, namun sebagian siswa menyatakan bahwa guru biasanya hanya membahas soal-soal PR yang dianggapnya sulit atau hanya menandatangi PR yang sudah mereka kerjakan tanpa membahasnya. Menurut mereka soal yang sulit bagi seseorang belum tentu sulit bagi yang lain, karenanya mereka ingin sekali soal-soal PR dapat dibahas semuanya, sehingga mereka dapat mengetahui benar-tidaknya yang telah mereka kerjakan.
“kadang-kadang ada yang langsung guru itu ga bahas semuanya cuman yang sulit yang mana yang dibahas gitu. … pengennya semua dibahas soalnya kalo kita cuman yang sulit aja yang dibahas nah yang lainnya kan ga tau itu betul apa salah jawabannya”(Wawancara Individu Lia, No: 4)
“ .. tapi kalo cuman dikumpulin trus ditandatangani kita ya jadi males ngerjain PR.”(Wawancara Individu Hendy, No:5)
Guru sebagai informan di sini memang menyatakan bahwa ia melakukan tindak lanjut terhadap PR yang diberikan. Namum tampaknya tindak lanjut belum diberikan secara maksimal sehingga hal tersebut mengurangi motivasi siswa dalam mengerjakan PR.
Apa yang disampaikan oleh para siswa selaku informan sejalan dengan yang dikemukakan oleh Rusyan et al. (1989), bahwa peserta didik yang belajar perlu mengetahui apakah ia berhasil atau gagal dalam belajarnya. Keberhasilan itu akan menimbulkan kepuasan dan akan mendorong belajar yang lebih baik, sedangkan kegagalan akan menimbulkan frustasi atau dapat pula menjadi cambuk. Ketika siswa tidak tahu hasil dari mengerjakan PR maka ia tidak akan termotivasi untuk mengerjakan PR. Demikian juga menurut Nasution (2005), bahwa tidak ada metode mengajar yang menjamin keberhasilan. Keberhasilan baru diketahui bila ada penilaian yang dapat menunjukkan kesalahan dan kekurangan sebagai umpan balik (feedback) untuk diperbaiki. Mengabaikan feedback adalah meniadakan salah satu aspek yang penting dalam proses belajar.
1.2. Pemberian nilai
Faktor pemberian nilai juga ikut mempengaruhi motivasi siswa dalam mengerjakan PR. Menurut para siswa, tidak adanya pemberian nilai untuk apa yang sudah mereka kerjakan akan menurunkan motivasi mereka dalam mengerjakan PR.
“ya..yang ga dikumpulin, ga dibahas dan dikasih nilai. Wes…cuma ditandatangani..yah cuma ditandatangani thok..kita ga tahu nilainya apa ..i know..jadi kerjaan mikir-mikir, susah-susah lho..ya ga diajarin..akhirnya ya kita males..ya udah, (Wawancara FGD Ana, No: 61)
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Woolfolk (1993), bahwa siswa perlu mendapatkan penghargaan dan reward (hadiah) atas apa yang telah mereka kerjakan. Reward yang diberikan bisa berupa nilai, hadiah atau sekedar pujian, dengan demikian siswa akan termotivasi untuk mengerjakan PR.
1.3. Jenis PR
Jenis PR yang diberikan oleh guru juga mempengaruhi motivasi siswa untuk mengerjakannya. Guru mengatakan bahwa jenis PR yang diberikan berbeda-beda untuk tiap mata pelajaran. Semua tergantung dari materi pelajarannya. Tiap guru memiliki cara yang berbeda pula untuk membuat siswa tertarik dengan PR yang diberikan.
Para siswa menyatakan bahwa selama ini sekolah banyak menggunakan BTS sebagai panduan siswa mengerjakan tugas. Dalam BTS terdapat soal-soal latihan dari materi pelajaran yang diajarkan. Pada kenyataannya siswa lebih tertarik mengerjakan PR dari hasil observasi, praktikum atau mencari artikel-artikel dari koran dan tidak hanya dari BTS (Buku Tugas Siswa).
“o..kalo aku sendiri sih..kalo kasih PR ga harus ngeteks gitu kaya di BTS atau ditulis dipapan gitu ga..ya gurunya supaya lebih kreatif lah dengan cara apa ya..ngasih tugas praktek, observasi gitu ya..jadi anak akan jadi lebih kreatif gitu lho..ga harus ngeteks kaya dibuku terus..”
“ya..pengaruh banget, kalo meneliti-meneliti gitu kan seru, kaya mainan gitu lho jadi seneng ngerjainnya.kelapangan.”
Sejalan dengan hal tersebut Woolfolk (1993) mengatakan bahwa tugas harus dapat membangkitkan ketertarikan dan rasa ingin tahu bagi siswa. Ketika tugas tersebut tidak menarik bagi siswa maka ia tidak akan termotivasi untuk mengerjakan PR-nya.


1.4. Beban dan waktu pemberian PR
Banyaknya PR yang diberikan dan waktu pemberian PR juga mempengaruhi motivasi siswa dalam mengerjakan PR. Salah satu yang dirasa siswa menjadi penyebab mereka tidak mengerjakan PR adalah banyak PR yang harus mereka kerjakan dalam waktu yang bersamaan. Siswa merasa bahwa pada saat-saat tertentu mereka mendapat PR dari berbagai mata pelajaran secara bersamaan. Hal ini menyulitkan mereka dalam mengerjakan PR dengan baik.
“iya terlalu banyak, kadang ..kalo PRnya sedikit sih ga papa.tapi kenyataan sendiri PRnya banyak..ya apa ya..kaya..jadi pelajaran ini-pelajaran ini..langsung jadi PR satu hari.”
Kondisi ini menunjukkan pentingnya koordinasi antara para guru pengajar, sehingga pemberian tugas dapat dijadwalkan dengan lebih baik. Di samping itu, hal ini juga menunjukkan perlunya usaha integratif dari para guru, sehingga satu tugas dapat mencapai sasaran pengajaran dari berbagai mata pelajaran.
Waktu pemberian PR menurut guru juga ikut mempengaruhi motivasi siswa dalam mengerjakan PR. Seluruh guru dalam penelitian ini mengatakan bahwa mereka memberikan PR ketika materi pelajaran selesai diberikan. Namun, banyak siswa dalam penelitian ini mengeluhkan bahwa sekarang ini banyak tugas yang diberikan oleh guru sebelum materi pelajaran diberikan, sehingga hal tersebut menjadi hambatan bagi siswa untuk mengerjakannya. Siswa merasa kesulitan karena tidak tahu materi yang diajarkan.
kadang-kadang gurunya itu ada yang ga nerangin trus ngasihin PR gitu ya … kita kan ndak tahu gimana caranya nyelesaikannya kita kan ga tahu moro-moro ujuk-ujuk ‘ini nanti kerjakan ini, besok baru diterangin’
Meskipun siswa menyadari bahwa kurikulum yang digunakan dalam sekolah adalah KBK dimana siswa dituntut untuk lebih aktif, namun kebanyakan siswa merasa malas mengerjakan PR karena tidak mengerti materi apa yang digunakan untuk mengerjakan PR. Siswa ingin guru menerangkan terlebih dahulu materi pelajaran dengan baik sehingga ketika guru memberikan PR siswa tahu bagaimana harus mengerjakan.
Nasution (2005) menyatakan bahwa tugas guru yang utama sekarang ini bukan lagi menyampaikan pengetahuan, melainkan memupuk pengertian, membimbing mereka untuk belajar sendiri. Namun demikian hasil penelitian ini menunjukkan pentingnya

Pembudidayaan Jamur Kayu sebagai Usaha Pemanfaatan Limbah Kayu (Serbuk Gergaji)

II. LATAR BELAKANG

Mahasiswa adalah generasi pelopor berbagai macam kreativitas, melalui ilmu yang telah diperolehnya, pengalaman, maupun ide yang tidak disengaja seharusnya mampu menghasilkan sesuatu yang berguna bagi dirinya sendiri dan orang lain. Saat ini, di Indonesia, lulusan universitas atau institusi pendidikan relatif susah untuk mendapatkan pekerjaan. Padahal, di Amerika setiap harinya lahir seorang entrepreneur yang sangat berperan penting dalam kemajuan perekonomiannya. Oleh karena itu, seorang lulusan sarjana bukan saatnya lagi mencari pekerjaan, akan tetapi sebagai wirausaha yang dapat menghasilkan pekerjaan bagi dirinya sendiri dan orang lain. Salah satu jenis usaha yang ingin dikembangkan berasal dari sektor pertanian.
Hal yang berkaitan dengan hasil hutan adalah kegiatan pengolahan hasil hutan, antara lain berupa industri penggergajian kayu. Dalam bidang industri pengolahan kayu, maka industri penggergajian kayu merupakan pengolahan kayu bulat mentah untuk dijadikan barang setengah jadi atau bahan baku, yang selanjutnya diolah oleh perusahaan industri kayu hilir menjadi barang jadi.
Konsumen kayu gergajian dalam negeri yang terbesar adalah sektor perumahan dan sektor kostruksi. Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di Indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m3 per tahun dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2 % per tahun sedangkan produksi kayu bulat diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian terjadi defisit sebesar 45 juta m3 (Priyono,2001). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu.
Karena sifat dan karakteristiknya yang unik, kayu merupakan bahan yang paling banyak digunakan untuk keperluan konstruksi. Kebutuhan kayu yang terus meningkat dan potensi hutan yang terus berkurang menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain dengan memanfaatkan limbah berupa serbuk kayu menjadi produk yang bermanfaat.
Limbah kayu, yang banyak dijumpai di tempat penggergajian atau perusahaan mebel, biasanya hanya dijadikan bahan bakar. Atau kadang malah dibuang begitu saja. Saat ini limbah serbuk gergaji akan digunakan untuk membudidayakan tanaman jamur.
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat menyebabkan warna kayu menjadi berubah dan kemudian menyebabkan pembusukan apabila kuantitasnya sudah berlebihan.
Jamur kayu merupakan salah satu jenis jamur yang tumbuh pada media kayu. Jamur ini biasa tumbuh pada kayu lapuk di kebun, hutan-hutan, bahkan di belakang rumah. Jamur kayu biasanya banyak berkembang pada musim hujan. Jenis jamur kayu memiliki kandungan gizi yang tinggi. Dalam jamur terkandung protein yang sangat penting untuk tubuh. Jamur kayu merupakan tanaman obat yang bermanfaat dan berkhasiat sebagai obat tradisional yang dapat diramu sendiri.
Jenis-jenis janur yang sering dibudidayakan, yaitu Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), di Jepang dikenal dengan nama Shimeji. Jenis jamur tiram putih tumbuh subur pada temperatur 24’C-26’C. Kelembaban udara yang diperlukan sekitar 90%.
Jamur payung cokelat (Lentinus edodes), di Jepang dikenal dengan nama Shiitake. Di Eropa dikenal juga dengan nama Dry Mushroom. Jamur ini tumbuh subur pada temperature 19’C-22’C. Kelembaban udara yang diperlukan untuk jenis jamur ini sekitar 95%.
Jamur payung merah. Dikenal dengan nama Jepang Nameko. Jamur Kuping Hitam ( Lember ), yang memiliki nama ilmiah Auricularia polytricha. Jamur kuping ini dikenal dengan nama Jepang Arage kikurage. Persyaratan lingkungan tumbuh untuk jamur ini pada temperature 24’c-28’c dengan kelembaban udara sekitar 90%. Jamur kuping merah, dengan nama Jepang Kikurage dan jamur kuping putih, dengan nama Jepang Sirokikurage

Jamur tiram termasuk jamur kayu yang telah banyak dibudidayakan. Tudungnya berwarna hitam lembayung sampai kecoklatan. Bentuknya menyerupai kulit kerang dengan diameter 6-14 cm. Permukaan tudung licin dan mengkilap. Bilah berwarna putih krem atau putih gading. Susunan bilahnya agak rapat. Sewaktu mudah bilahnya berwarna putih, makin tua menjadi krem kekuningan.
Seperti yang kita ketahui, jamur tiram sangat laku keras di pasaran. Banyak yang mengkonsumsi jenis jamur ini baik sebagai obat-obatan maupun bahan panganan. Pembudidayaan jamur ini sangat potensial untuk meningkatkan produksi pertanian dan sebagai industri rumah tangga.
Peluang usahanyapun tinggi mengingat kebutuhannya bagi masyarakat. Ditambah lagi kandungan protein dan vitamin yang baik bagi kesehatan. PKMK ini mengajarkan mahasiswa untuk belajar berfikir kreatif dengan segala sesuatu yang ada di sekitar kita. Oleh karena itu, pembudidayaan jamur kayu jenis tiram putih ini diangkat menjadi salah satu industri rumah tangga sektor pertanian untuk memperkenalkan produk kehutanan non kayu kepada masyarakat luas dan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin serta bertujuan untuk mengolah kembali limbah serbuk gergaji agar menghasilkan nilai guna.




III. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka pengusul merumuskan beberapa masalah, antara lain: bagaimana memperkenalkan Jamur tiram sebagai salah satu bahan pangan yang bergizi, cara pengolahan Jamur Tiram menjadi makanan yang bermanfaat dan khasiat yang baik, teknik pelaksanaan usaha yang akan dijalankan, perhitungan hasil usaha, serta cara pengembangan usaha budidaya Jamur Tiram yang akan datang sehingga produk ini layak untuk dikembangkan lebih baik lagi.
IV. TUJUAN
Melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang kewirausahaan ini, pengusul dapat menghasilkan produk bahan pangan berbahan dasar Jamur Tiram serta menjadikan kegiatan tersebut menjadi usaha mandiri yang berkelanjutan dan mampu bersaing dengan produk lain. Selain itu, Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan dapat menjadi wadah pembelajaran untuk berkreasi dan berwirausaha.
V. LUARAN YANG DIHARAPKAN
Program ini diharapkan dapat mengembangkan usaha Jamur Tiram di lingkungan kampus bahkan di lingkungan yang lebih luas lagi. Melalui kegiatan ini pula mahasiswa dapat belajar berwirausaha sehingga mengurangi ketergantungan terhadap orang tua. Lebih jauh lagi, pengusul berharap, usaha Jamur Tiram ini dapat menjadi lapangan pekerjaan baru bagi mahasiswa lain maupun masyarakat sekitar kampus.
VI. KEGUNAAN
Mahasiswa lingkungan kampus dan masyarakat sekitar kampus bahkan dapat lebih luas lagi dengan mudah mendapatkan bahan pangan yang bergizi dan sehat, berbahan dasar unik serta memiliki aneka rasa. Dari aspek ekonomi, bahan pangan ini dapat terjangkau oleh segala kalangan masyarakat dan merupakan peluang usaha yang menjanjikan.
VII. GAMBARAN UMUM USAHA
Pada umumnya orang-orang mengkonsumsi jamur bukan hanya lantaran rasanya yang memang lezat, tetapi juga karena ada alasan lain, yakni manfaat dan khasiat yang terkandung di dalamnya. Dan faktor khasiat dan manfaat inilah yang menjadi prioritas konsumen jamur. Tujuannya tentu saja demi kesehatan tubuh atau hal lain yang berkaitan dengan vitalitas. Tidaklah mengherankan jika berbagai jenis jamur kini menjadi bagian dari menu favorit di sejumlah rumah makan.
Dari hasil penelitian, jamur yang biasa kita makan rata-rata mengandung 14-35 persen protein. Dibandingkan dengan beras (7,38 persen) dan gandum (13,2 persen), jamur berkadar protein lebih tinggi. Asam amino esensial yang terdapat pada jamur ada sembilan jenis dari total 20 jenis yang kita kenal yaitu lysin, methionin, tryphtofan, theonin, valin, leusin, isoleusin, histidin, dan fenilalanin. Sedangkan kalori yang dikandung jamur adalah 100kj/100 gram dengan 72 persen lemak tak jenuh. Jamur juga kaya akan vitamin, di antaranya B1 (thiamin), B2 (riboflavin), niasin, dan biotin. Untuk mineral, jamur mengandung K, P, Fe, Ca, Na, Mg, Mn, Zn, dan Cu. Serat jamur sangat baik untuk pencernaan. Kandungan seratnya mencapai 7,4- 24,6 persen sehingga cocok untuk para pelaku diet. Menurut hasil riset di Massachusetts University, AS, riboflavin, asam nicotinat, panthotenat, dan biotin (Vit B) yang ada pada jamur masih terpelihara dengan baik meskipun jamur telah dimasak. "Pleurotus ostreatus" Senada dengan penelitian tersebut, secara spesifik, Beta Glucan Health Center mengatakan bahwa jamur tiram yang bernama latin Pleurotus ostreatus atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai oyster mushroom mengandung senyawa pleuran yang berkhasiat sebagai antitumor, menurunkan kolesterol, serta bertindak sebagai antioksidan.
Jamur tiram, di Jepang dikenal dengan sebutan hiratake, mengandung protein 19-30 persen, karbohidrat 50-60 persen, asam amino, vitamin B1, B2, B3, B5, B7, C, mineral Ca, Fe, Mg, K, P, S, dan Zn. Menurut penelitian, kandungan logam yang ada pada jamur tiram masih jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan Fruit Product Order and Prevention of Food Adulteration Act tahun 1954, sehingga aman untuk dikonsumsi. Dari penelitian yang dilakukan Ujagar Group (India) juga dikatakan bahwa jamur tiram memiliki nilai nutrisi yang sangat bagus, di mana 100% sayuran mengandung protein tinggi, kaya vitamin, mineral, rendah karbohidrat, lemak, dan kalori. Selain itu, bagus untuk liver, pasien diabetes, menurunkan berat badan, seratnya membantu pencernaan, antiviral (antivirus), dan antikanker. Nilai tambah lainnya, jamur tiram mudah dimasak dan dicerna dengan rasa yang enak pula.
Dari penelitian lain yang dilakukan Departemen Sains Kementerian Industri Thailand, didapat hasil tentang jamur tiram yang mengandung protein 5,94 persen, karbohidrat 50,59%, serat 1,56 persen, lemak 0,17 persen. Untuk tiap 100 gram jamur tiram segar mengandung 45,65 kj kalori; 8,9mg kalsium; 1,9 mg besi; 17,0 mg fosfor; 0,15 mg vitamin B1; 0,75mg Vit B2; dan 12,40 mg Vitamin C. Selain itu, jamur tiram juga mengandung asam folat yang cukup tinggi dan terbukti ampuh menyembuhkan anemia.
Kalau kita bandingkan dengan daging ayam yang kandungan proteinnya hanya 18,2 gram, lemaknya 25,0 gram, sedangkan karbohidratnya 0,0 gram, dan vitamin C nya 0,0 gram, kandungan gizi jamur tiram masih lebih komplet tentunya. Sehingga tidak salah apabila dikatakan jamur tiram maupun jamur pada umumnya merupakan bahan pangan masa depan.
Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Bobek (1999) dari Research Institute of Nutrition Bratislava tentang Natural Product with Hypolipemic and Antioxidant Effect, telah dilakukan studi pada sebuah group dengan 57 laki-laki : perempuan = 1:1, usia setengah umur dengan kasus hyperlipoproteinemia. Selama 1 bulan mereka mengonsumsi 10 gram jamur tiram secara teratur. Kesimpulannya, secara statistik sangat menjanjikan yakni kolesterol dan serum turun 12,6 % dan trigliserol turun 27,2 %. Jamur tiram dikatakan mempunyai efek antioksidan dengan turunnya peroksidasi di dalam eritrosit.
Sementara Sejak tahun 1960, para peneliti jamur telah melakukan riset berbagai khasiat jamur. Beberapa tahun terakhir diketahui adanya polisakarida, khususnya Beta-D-glucansyang mempunyai efek positif sebagai antitumor, anti kanker, anti virus (termasuk AIDS), melawan kolesterol, anti jamur, anti bakteri, dan dapat meningkatkan sistem imun. Pada jamur tiram, produk ini disebut sebagai plovastinyang di pasaran dikenal sebagai suplemen penurun kolesterol (komponen aktifnya statin yang baik untuk menghambat metabolisme kolesterol di dalam tubuh manusia).
Beta-D-glucans yang ada pada jamur tiram bisa juga diisolasi untuk digunakan dan dicampur pada krim, salep, suspensi, atau bedak untuk perawatan wajah. Formulasi ini ternyata sudah digunakan pada perusahaan kosmetik, (Estee Lauder, Clinique), di mana konsentrasinya 0,5-2 persen. Mekanismenya adalah dengan cara mengikat air sehingga kulit menjadi lembap dan sebagai anti inflamasi. Percobaan terhadap 121 pasien berjerawat kronis, diberikan setiap hari selama 21 hari, hasilnya 73,5 % kondisinya membaik, 18,2 % sembuh total. Oleh karena itu, sasaran dari kegiatan ini adalah mahasiswa IPB dan masyarakat sekitarnya. Peluang usaha sangat menjanjikan karena jumlah mahasiswa IPB setiap angkatan yang berkisar hingga 3000 orang dan relatif bersifat konsumtif.

otonomi daerah

1.1 Latar Belakang
Saat ini, Indonesia sedang berusaha untuk berbenah diri. Sebelum masa reformasi berdiri, negeri ini dipimpin oleh pemerintah secara sentralistik. Semua hal yang berkenaan dengan kebijakan pemerintahan dikuasai oleh Pusat, sehingga Daerah hanya sebagai pelaksana kebijakan tersebut tanpa dapat secara leluasa untuk menyumbangkan pemikiran ataupun melaksanakan aspirasi rakyat. Otonomi daerah menjadi salah satu topik yang mencuat ke permukaan setelah masuknya reformasi. Berbagai kalangan, baik pemerintah, lembaga perwakilan rakyat, kalangan akademisi, pelaku ekonomi, bahkan masyarakat umum menjadikan otonomi daerah sebagai wacana dan bahan kajian.
Sebenarnya “otonomi daerah” bukanlah hal yang baru karena semenjak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, konsep otonomi daerah sudah digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah (APKASI,2006d). Sejak awal merdeka sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur otonomi daerah. Diantaranya adalah UU No.1 Tahun 1945 yang menganut sistem otonomi daerah rumah tangga formal. UU No.22 Tahun 1948 yang memberikan hak otonomi seluas-luasnya kepada daerah. UU No.1 Tahun 1957 menganut sistem otonomi riil yang seluas-luasnya. UU No.5 Tahun 1974 menganut sistem otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab. Undang-Undang ini berisi tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah yang pada hakekatnya otonomi daerah lebih merupakan kewajiban daripada hak (APKASI, 2006a). Daerah berkewajiban untuk ikut melancarkan jalannya pembangunan sebagai sarana pencapaian kesejahteraan masyarakat yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Pelaksanaannya telah memberikan dampak bagi penyelenggaraan pemerintahan Daerah. Diantaranya yang paling menonjol selama ini menurut APKASI (2006c) adalah dominasi Pusat terhadap Daerah yang menimbulkan besarnya ketergantungan Daerah terhadap Pusat. Pemerintah Daerah tidak mempunyai keleluasaan dalam menetapkan program-program pembangunan di daerahnya. Sumber keuangan penyelenggaraan pemerintahan pun diatur oleh Pusat.
Menjawab situasi penuh dominasi Pusat, mulai timbul tuntutan agar wewenang pemerintahan dapat didesentralisasikan dari Pusat ke Daerah. Maka pada tanggal 7 Mei 2001 muncullah UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan kembali tentang pelaksanaan otonomi daerah. Undang-Undang ini secara resmi diimplementasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan Daerah dimulai pada tanggal 1 Januari 2001. Namun karena dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka disusunlah Undang-Undang yang baru, yakni UU No.32 Tahun 2004 yang mulai diundangkan sejak 15 Oktober 2004.
Pengimplementasian kebijakan otonomi daerah meliputi berbagai aspek. Diantaranya adalah hubungan antara Pusat dan Daerah, bentuk dan struktur Pemerintah Daerah, pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah, serta hubungan antara Pemerintah Daerah dengan masyarakat dan pihak ketiga. Pada kenyataannya, implementasi kebijakan tersebut menghadapi berbagai kendala, salah satunya adalah keterbatasan kemampuan Daerah dalam mengembangkan dan mengelola potensi daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah tentunya membutuhkan suatu penyelenggaraan manajemen yang baik agar tercapai cita-cita otonomi daerah dan terkikisnya beberapa kendala yang menghadang. Good governance merupakan kunci utama dalam pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Sayangnya negeri ini memiliki predikat yang buruk tentang good governance di kalangan dunia, yakni dari sebelas negara Asia, Indonesia menduduki peringkat terendah (Dwijowijoto, 2003) sehingga hal ini menjadi kendala tersendiri dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah
Otonomi daerah di Indonesia telah mengalami pergantian dasar pelaksanaan berkali-kali. Namun hingga saat ini, apakah manfaat yang besar dari adanya kebijakan tersebut dapat dirasakan oleh seluruh warga masyarakat Indonesia masih menjadi bahan kajian berbagai kalangan. Oleh karena itu, penulisan ini merumuskan beberapa permasalahan, yaitu :
1. Bagaimana pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia?
2. Bagaimana posisi dan peranan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah?
3. Bagaimana pentingnya menciptakan good governance dalam pemerintahan daerah?
4. Bagaimana solusi untuk melancarkan otonomi daerah bila dihubungkan dengan good governance?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah :
1. Memaparkan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.
2. Memahami posisi dan peranan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah.
3. Menjelaskan tentang pentingnya menciptakan good governance dalam pemerintahan daerah.
4. Memberikan solusi untuk melancarkan otonomi daerah dihubungkan dengan good governance.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan ini adalah :
1. Bagi pemerintah daerah, memberikan masukan agar menyadari akan pentingnya menciptakan good governance dalam melaksanakan pemerintahan di daerah dan dapat mengimplementasikannya secara luas, nyata, dan bertanggung jawab dalam rangka menyukseskan kebijakan otonomi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Bagi masyarakat luas, untuk memberikan gambaran mengenai pencapaian target dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat jika otonomi daerah dilaksanakan dengan tingkat good governance yang tinggi dari pemerintah daerah setempat.








BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Otonomi Daerah
Menurut UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, tepatnya pada Bab I : Ketentuan Umum Pasal 1, yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan daerah otonom yang selanjutnya disebut Daerah, diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Secara lebih lanjut dalam pasal 13, Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
l. pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota;
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Sedangkan urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Pasal 21 UU No.32 Tahun 2004 menyatakan bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, Daerah mempunyai hak:
a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
b. memilih pimpinan daerah;
c. mengelola aparatur daerah;
d. mengelola kekayaan daerah;
e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah;
g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan
h. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, kewajiban Daerah diatur dalam Pasal 22 yang dijabarkan sebagai berikut:
a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
h. mengembangkan sistem jaminan sosial;
i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k. melestarikan lingkungan hidup;
l. mengelola administrasi kependudukan;
m. melestarikan nilai sosial budaya;
n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan
o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
2.2 Pemerintahan Daerah
UU No.32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
2.3 Keuangan Daerah
Biaya penyelenggaraan otonomi daerah telah menjadi tanggungan Daerah melalui APBD, maka penyerahan kewenangan pemerintahan dari Pusat kepada Daerah harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan. Abdullah (2002) menyatakan bahwa Daerah harus mampu menggali sumber-sumber keuangan yang ada di Daerah, selain didukung oleh perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah serta antara Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 diketahui bahwa sumber pendapatan Daerah terdiri dari :
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD);
b. Dana Perimbangan;
1. Bagian Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan dan penerimaan dari sumber daya alam.
2. Dana Alokasi Umum (DAU).
3. Dana Alokasi Khusus (DAK).
c. Pinjaman daerah;
d. Lain-lain pendapatan Daerah yang sah.
Mengenai PAD, pada kenyataannya pendapatan tiap Daerah berbeda. Terjadi suatu kecenderungan bahwa PAD untuk daerah-daerah dengan intensitas kegiatan ekonomi tinggi dan daerah-daerah yang kaya sumber daya alam akan cukup besar. Maka, DAU yang saat ini merupakan komponen utama dari dana perimbangan, dimaksudkan untuk bisa mengatasi persoalan akibat ketidak merataan distribusi PAD dan bagi hasil SDA . Sayangnya, daerah yang sudah memperoleh bagi hasil SDA besar masih menuntut DAU yang besar pula. Apabila di waktu mendatang persepsi bahwa dana perimbangan yang harus dilihat secara utuh menyeluruh itu bisa dimiliki oleh semua pihak – terutama pihak yang sangat sentral peranannya seperti DPR – maka tidak akan ada kesulitan dalam mencapai tujuan pemerataan dari DAU. Secara umum semestinya mudah dimengerti bahwa daerah-daerah yang relatif sudah (lebih) maju cenderung mampu untuk berdiri sendiri dan hanya sedikit saja bantuan Pusat yang diperlukan .
2.4 Produk Hukum Daerah
Abdullah (2002) menyebutkan bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah ada dua macam produk hukum utama, yaitu Peraturan Daerah (Perda) dan Keputusan Kepala Daerah. Kewenangan merupakan wujud nyata dari pelaksanaan hak otonomi dari suatu Daerah dan sebaliknya, Perda merupakan salah satu sarana dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Sedangkan Keputusan Kepala Daerah disusun untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur tersebut baru mempunyai kekuatan hukum dan mengikat setelah diundangkan dengan menempatkan dalam Lembaran daerah.
2.5 Good Governance
Transparansi (2006) telah memberikan beberapa pengertian mengenai arti dari good governance. Ada sebagian kalangan yang mengartikannya sebagai kinerja suatu lembaga yang memenuhi prasyarat-prasyarat tertentu. Ada pula yang mengartikan sebagai penerjemahan konkret demokrasi dengan meniscayakan adanya civic culture sebagai penopang sustainabilitas demokrasi itu sendiri. World Bank mendefinisikannya sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Definisi berbeda disebutkan oleh UNDP (PBB) dalam Dwijowijoto (2003) yaitu good governance sebagai exercise of political, economic, and administrative authority to manage the nation’s affair at all levels. Namun secara ringkas, good governance secara umum diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata “baik” di sini berarti mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance.
Gusri (2005) menyatakan bahwa prinsip-prinsip utama good governance adalah transparansi, akuntabilitas, fairness, dan responsibitas. Transparansi adalah keterbukaan dimana adanya sebuah sistem yang memungkinkan terselenggaranya komunikasi internal dan eksternal dari korporasi. Akuntabilitas dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban secara bertingkat ke atas. Fairness lebih menyangkut moralitas dari organisasi, sedangkan responsibitas adalah pertanggungjawaban terpusat secara kebijakan. Transparansi (2006) memiliki pemikiran yang sama dengan Dwijowijoto (2003), yakni terdapat lima prinsip lagi selain empat prinsip yang disampaikan oleh Gusri. Kelima prinsip tersebut adalah participation, rule of law, consensus orientation, equity, effectiveness and efficiency, dan strategic vision.
Participation dimaksudkan bahwa masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan yang sah. Rule of law, diharapkan agar kerangka hukum harus adil dan tanpa pandang bulu. Consensus orientation berarti bahwa tata pemerintahan yang baik harus menjembatani kepentingan yang berbeda demi terbangunnya konsensus menyeluruh. Maksud dari equity adalah semua warga memiliki kesempatan untuk memperbaiki dan mempertahankan kesejahteraan mereka. Effectiveness and efficiency bermakna bahwa hasil proses pemerintahan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan menggunakan sumber daya seoptimal mungkin. Sedangkan maksud dari strategic vision adalah pemimpin dan masyarakat harus memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik.










BAB III
METODE PENULISAN

3.1 Jenis Penulisan
Jenis penulisan yang digunakan adalah penulisan berdasarkan data sekunder. Penulisan ini dilaksanakan oleh perorangan dan menggunakan data hasil penelitian dari bahan pustaka yang dijadikan sebagai rujukan. Penulisan ini dilakukan dengan menghubungkan data-data sekunder yang diperoleh dengan disesuaikan pada konteks yang akan dibahas dan dikaji.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Data sekunder diperoleh melalui pencarian referensi yang berasal dari buku-buku, tesis, dan internet. Semua data yang berhubungan dengan judul dan permasalahan yang akan dibahas dikumpulkan untuk selanjutnya dijadikan sebagai bahan rujukan.
3.3 Teknik Analisis Data
Data perolehan dari seluruh bahan pustaka yang telah terkumpul tersebut direduksi, yaitu suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian, serta penyederhanaan data kasar untuk kemudian diproses berdasarkan kelompok-kelompok sub tema yang sama. Setelah itu dimulai untuk menganalisis data dengan mulai dihubungkan dengan permasalahan yang akan dibahas dan dikaji.




BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia
Haris (2005) menuliskan bahwa ketika Orde Baru memimpin negeri ini selama kurun waktu tiga puluh dua tahun, seluruh kebijakan pemerintahan yang diciptakan dilandasi oleh paradigma pembangunan. Pembangunan dijadikan sebagai tujuan utama pemerintahan, sehingga peran hakiki yang seharusnya dilaksanakan oleh pemerintah yakni sebagai pihak yang melayani dan memberdayakan masyarakat menjadi terabaikan. Hal ini menjadikan sistem pemerintahan bersifat sentralistik sehingga mematikan kreativitas dan daya inovasi Daerah. Daerah menjadi sangat tergantung kepada Pusat. Inilah akar dari hubungan Pusat – Daerah yang bersifat patronase.
Pertengahan tahun 1997, Indonesia dilanda krisis moneter. Pemerintah Pusat dengan bangga dan yakin menyatakan bahwa krisis tersebut dapat segera diatasi dengan baik. Tetapi pada kenyataannya, bahkan hampir sepuluh tahun berlalu, krisis moneter belum juga beranjak dari negeri ini meskipun telah berganti jajaran pemerintahan berkali-kali. Belum ada satu pun yang berhasil membawa Indonesia lepas dari jerat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Bukti telah terungkap bahwa Pemerintah Pusat terlalu mengurus masalah-masalah yang seharusnya dapat diurus oleh Daerah sehingga kurang tanggap terhadap permasalahan global yang tengah terjadi.
Diundangkannya UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan jawaban terhadap salah satu tuntutan reformasi, disamping untuk memenuhi aspirasi Daerah. Daerah akan termotivasi untuk menyusun prakarsa dan menciptakan kreativitas dalam memecahkan permasalahan-permasalahan domestik (Abdullah, 2002).
Sudah menjadi sewajarnya bila dalam pengimplementasian otonomi daerah terdapat beberapa kendala yang mewarnai pelaksanaan kebijakan tersebut. Kendala yang dihadapi antara lain :
a. Perbedaan pemahaman dan persepsi dari berbagai kalangan terhadap kebijakan otonomi daerah.
b. Inkonsistensi dan melemahnya komitmen sebagian pejabat sektoral di tingkat Pusat terhadap kebijakan otonomi daerah.
c. Belum tersedianya regulasi yang memadai sebagai pedoman dan acuan implementasi otonomi daerah.
d. Keterbatasan kemampuan aparatur pemerintahan di daerah dalam melaksanakan kewenangan Daerah.
e. Keterbatasan kemampuan Daerah dalam mengembangkan dan mengelola potensi daerah.
f. Kecemasan berlebihan dari kalangan dunia usaha terhadap kemungkinan lahirnya kebijakan Daerah yang memberatkan kalangan dunia usaha.
Kendala yang lain adalah tidak dapat dipungkirinya bahwa kondisi obyektif keuangan Daerah di Indonesia yang bercirikan ketidakmerataan. Sidik, et.al. (2002) mengkritisinya dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta bagi hasil pajak dan sumber daya alam. Bagi hasil pajak cenderung menguntungkan daerah-daerah yang perekonomiannya sudah maju dan daerah perkotaan. Sedangkan bagi hasil SDA jelas membuat beberapa daerah dengan SDA yang melimpah menjadi kaya mendadak. Idealnya, permasalahan tersebut dapat dinetralkan oleh DAU yang berfungsi sebagai equalization grants.
Akhir-akhir ini, telah muncul permasalahan otonomi daerah yang baru. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 2006 tentang Tunjangan Komunikasi dan Operasional Anggota DPRD, berbagai kalangan menyebut PP tersebut telah melegalkan adanya praktik korupsi di Daerah. Protes terhadap PP tersebut terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia, terutama dilakukan oleh pihak mahasiswa. Dalam Kompas (2007b) disebutkan bahwa PP No.37 Tahun 2006 telah menyebabkan banyak daerah mengalami defisit anggaran sehingga secara otomatis, dana untuk kesejahteraan rakyat menjadi berkurang..
Arif Nur Alam, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia dalam Kompas (2007a) menyatakan bahwa pelaksanaan PP No.37 Tahun 2006 akan melanggar tiga buah UU. Pembayaran tunjangan mulai Januari 2006 tidak dapat diberikan karena dalam Pasal 4 UU No.17 Tahun 2003, Pasal 179 UU N0.32 Tahun 2004, dan Pasal 68 UU No.33 Tahun 2004 dinyatakan bahwa tahun anggaran dimulai dari 1 Januari hingga 31 Desember. Maka, APBD 2007 tidak bisa dialokasikan untuk tunjangan komunikasi intensif dan dana operasional tahun 2006.
Tampaknya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mau mendengarkan aspirasi rakyatnya. Di akhir Januari 2007, seperti yang ditulis Kompas (2007a) presiden menyatakan bahwa UU No.37 Tahun 2006 direvisi dan akan menerbitkan PP pengganti dalam waktu singkat. Bagi para pimpinan dan anggota DPRD yang telah menerima dana “rapelan” harus mengembalikannya paling lambat Desember 2007. Hal ini cukup menggembirakan berbagai kalangan dalam masyarakat.

LAPORAN KARYA TULIS ILMIAH : PERANAN TELEPON GENGGAM TERHADAP KEHIDUPAN REMAJA SEIRING DENGAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DAN KOMUNIKASI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu titik terang yang bermula pada suatu kesederhanaan pada kehidupan manusia, telah menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk mempermudah semua aspek kehidupan bernama TEKNOLOGI. Dunia informasi saat ini seakan tidak bisa terlepas dari teknologi. Konsumsi masyarakat akan teknologi menjadikan dunia teknologi semakin lama semakin canggih komunikasi yang dulunya memerlukan waktu yang lama dalam penyampaiannya kini dengan teknologi segalanya menjadi sangat dekat dan tanpa jarak.
Awalnya, teknologi diciptakan untuk mempermudah setiap kegiatan manusia. Lahir dari pemikiran manusia yang berusaha untuk mempermudah kegiatan-kegiatannya yang kemudian diterapkan dalam kehidupan. Kini teknologi telah berkembang pesat dan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman sehingga terjadi pengalihan fungsi teknologi. Contohnya pada salah satu fasilitas canggih pada masa ini yang akan kami bahas yaitu mengenai telepon genggam yang lebih dikenal dengan sebutan handphone.
Beberapa tahun yang lalu handphone hanya dimiliki oleh kalangan pembisnis yang memang benar-benar membutuhkan itu untuk kelancaran pekerjaannya. Seiring berjalannya waktu handphone bisa dimiliki oleh semua kalangan. Baik yang sangat membutuhkan maupun yang kurang membutuhkan. Karena sekarang handphone di lengkapi dengan beberapa fitur yang membuat handphone memiliki beberapa fungsi selain menelepon atau saling berkirim pesan singkat. Handphone kini bukan lagi sekadar alat untuk berkomunikasi. Namun juga sebagai gaya hidup, penampilan, tren dan prestise.
Kini dunia handphone adalah dunia untuk berkomunikasi, berbagi, mencipta dan menghibur dengan suara, tulisan, gambar, musik dan video. Disamping harga yang ditawarkan cukup terjangkau, berbagai fitur handphone juga diberikan sebagai penunjang majunya teknologi. Dengan semakin berkembangnya teknologi,
perangkat Handphone semakin lengkap mulai dari Game, Mp3, Kamera, Radio, dan koneksi Internet. Bahkan sekarang muncul teknologi baru untuk melengkapi komponen yaitu 3G. Dimana generasi ini telah merambah ke layanan internet secara Wireless. Teknologi ini telah merambah ke akses secara permanent Web, Video interaktif, dengan kualitas suara yang sangat baik sekualitas CD Audio Player hingga ke teknologi kamera video yang diintegrasikan dalam telepon seluller.
Di kalangan remaja menggunakan handphone sebagai alat multi fungsi karena multi fungsi tersebut para remaja dapat menggunakan secara positif dan negatif tergantung dari tiap individu.
Contoh positif dari penggunaan handphone oleh remaja:
1. Mempermudah berkomunikasi untuk menyambung silaturahmi (pesan dan telepon).
2. Sarana untuk mencari kebutuhan informasi (internet).
3. Membantu proses pembelajaran.
4. Sarana untuk hiburan (permainan, audio, video).
Contoh negatif dari penggunaan handphone oleh remaja:
1. Sebagai alat untuk menyimpan hal-hal yang mengandung asusila.
2. Sebagai sarana untuk saling berlomba menunjukkan prestise.
3. Penggunaan tidak sesuai dengan kondisi. Misalnya saat proses belajar mengajar sedang berlangsung menggunakan handphone untuk sms-an dengan pacar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi handphone?
2. Bagaimana perkembangan telepon genggam dari masa ke masa?
3. Apa peranan telepon genggam terhadap kehidupan remaja seiring dengan perkembangan teknologi dan komunikasi?
4. Bagaimana fakta sikap para remaja yang menggunakan handphone?
5. Apa pengaruh penggunaan handphone bagi kehidupan?
6. Apa tindakan yang dilakukan remaja untuk menghindari penyalahgunaan handphone?
C. Pemecahan Masalah
1. Definisi handphone.
2. Perkembangan handphone dari masa ke masa
3. Peranan telepon genggam terhadap kehidupan remaja seiring dengan perkembangan teknologi dan komunikasi.
4. Fakta sikap para remaja yang menggunakan handphone.
5. Pengaruh penggunaan handphone dalam kehidupan.
6. Tindakan yang dilakukan remaja untuk menghindari penyalahgunaan handphone.

D. Maksud dan Tujuan
Maksud dari pembuatan karya tulis ini adalah untuk memenuhi persyaratan akademis di SMA Negeri 11 Surabaya.
Tujuan karya tulis adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui perkembangan handphone serta penggunaannya oleh remaja.
2. Memberikan informasi kepada siswa, guru dan masyarakat terutama remaja mengenai perkembangan handphone.
3. Memberikan informasi kepada siswa, guru dan masyarakat terutama remaja mengenai dampak penggunaan handphone.
4. Memberikan gambaran kepada siswa, guru dan masyarakat terutama remaja mangenai pengaruh handphone dalam kehidupan.
5. Menyajikan data mengenai remaja yang berkaitan dengan penggunaan handphone.
6. Menampilkan data yang dapat memberikan masukan pada remaja pengguna handphone.
7. Melatih siswa untuk dapat membuat karya tulis ilmiah dengan baik dengan data-data yang telah ada.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Handphone
Apa itu handphone?Telepon genggam atau Handphone adalah sebuah perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon fixed line sehingga konvesional namun dapat dibawa keman-mana ( portable ) dan tidak perlu disambungkan dengan jaringan telepon menggunakan kabel ( nirkabel, wireless ).
Generasi pertama system selular Analog yaitu AMPS ( Advance Mobile Phone Service ). Versi dari AMPS dikenal sebagai Narrowband Advance Mobile Phone Service ( NAMPS ) yang menggabungkan teknologi digital, sehingga system ini dapat digunakan untuk membawa tiga kali lebih besar kapasitas pada setiap panggilan versinya. Pada tahun 1981 muncul NMT ( Nordic Mobile Telephone System ). Pada tahun 1982 muncullah GSM ( Global System For Mobile Communination ).
Pada tahun 1990 jaringan Amerika Utara bergabung membentuk standarisasi IS-54B dimana standarisasi ini adalah yang pertama kali menggunakan dual mode seluler berdasarkan teknik penyebaran spectrum untuk meningkatkan kapasitas yang disebut IS-95. Dengan menggunakan protocol AMPS sebagai defaultnya, akan tetapi mempunyai cara kerja SEC. Normal yang berbeda dengan analaog selular serta lebih canggih dibanding IS-54.
Pada awalnya disebutkan bahwa yang menggunakan teknologi sistem Code Division Multiple Access ( CDMA ) secara digital akan meningkatkan kapasitas hingga 10 sampai 20 kali pada sistem selularnya. Meskipun konsep tersebut mengedankan hal inilah yang menjadikan sistem berdasarkan CDMA menjadi metode transmisi pilihan pada pemasangan-pemasangan baru di atas sistem CDMA. Indonesia mempunyai dua jaringan telepon nirkabel yaitu GSM dan CDMA tetapi sekarang ada era generasi baru Handphone yaitu era generasi ke-3 ( 3G ). Dimana generasi ini telah merambah ke layanan internet secara wireless.
B. Perkembangan Handphone Dari Masa Ke Masa
Sejarah Handphone
Handphone saat ini memang bukan barang yang mewah dan aneh bagi masyarakat Indonesia. Industri handphone, bergerak sangat cepat, setara dengan melesatnya kecepatan suaranya. Kini semakin banyak teknologi pendukung yang terintegrasi dengan produk handphone, seperti radio FM, kamera digital dan pemutar MP3. Belum lagi ukuran handphone yang berlomba untuk makin kecil dan menarik.
Pilihan operator dan jangkauan operator pun menjadi yang semakin banyak dipasaran, turut memanjakan konsumen. Handphone kini bukan lagi sekadar alat untuk berkomunikasi. Namun juga sebagai gaya hidup, penampilan, tren dan prestise. Kini dunia handphone adalah dunia untuk berkomunikasi, berbagi, mencipta dan menghibur baik dengan suara, tulisan, gambar, musik maupun video.
Teknologi handphone pertama kali diperkenalkan pada tanggal 3 April 1973. Komunitas bisnis telefon bergerak mengingatnya sebagai hari lahirnya handphone. Saat itu untuk pertama kalinya pembicaraan jarak jauh dengan perangkat telefon bergerak portable dilakukan. Yang pertama kali mencobanya adalah Martin Cooper, General Manajer Divisi Sistem Komunikasi Motorola. Ide handphone datang dari Cooper yang bermimpi untuk membuat alat komunikasi yang fleksibel. Ia menginginkan untuk dapat keluar dari keterbatasan telefon tetap (fixed phone). Handphone Mr. Cooper ini memiliki berat hampir 1 kg dengan ukuran tinggi 33 cm. Sebagai teknologi baru, handphone tersebut tidak langsung dijual ke masyarakat. Perlu waktu sampai 10 tahun sampai tersedia layanan komersial telefon bergerak.
Tepatnya pada tahun 1983, ketika Motorola memperkenalkan DynaTAC 8000X. Inilah handphone pertama yang mendapat izin dari Federal Communications Commission) FCC dan bisa dipergunakan untuk tujuan komersial. FCC adalah badan pemerintah di AS yang mengatur semua regulasi menyangkut penyiaran (broadcasting) dan pengiriman sinyal radio atau televisi lewat gelombang udara. Handphone ini tersedia di pasaran pada bulan April 1983. Beratnya sekira 16 ons atau 1/5 kg. Dijual dengan harga 3.500 Dolar AS atau sekira Rp 30-an juta.
Sejarah Telefon Bergerak
Teknologi telefon bergerak, pertama kali muncul tahun 1946. Layanan ini hanya berkapasitas 6 channel suara, yang artinya dalam satu waktu hanya bisa menangani 6 panggilan secara bersamaan. Setahun kemudian, beberapa ilmuwan di pusat riset perusahaan telekomunikasi mulai melirik pengembangan telepon mobile menuju telepon genggam portabel. Tujuannya adalah meningkatkan kapasitas layanan telepon mobile, sehingga bisa menampung lebih dari 6 pembicaraan pada saat bersamaan. Secara teori, teknologi ini memang memungkinkan untuk dikembangkan. Caranya adalah dengan pengaturan area layanan (range of service) ke dalam sel-sel yang kecil. Penggunaan frekuensinya bisa sama, namun dilakukan dengan berbeda sel. Bila diaplikasikan, dampaknya dapat meningkatkan lalu lintas pembicaraan pada telepon mobile secara signifikan.
Pada tahun 1947 perusahaan telekomunikasi AS AT&T mengajukan usul agar FCC mengalokasikan spektrum frekuensi yang lebih lebar. Maksudnya agar area distribusi layanan menjadi semakin luas. Dengan area yang semakin luas diharapkan akan semakin memperbesar pasar pengguna telepon mobile. Namun usulan ini tidak ditanggapi serius oleh FCC. Jumlah frekuensi yang diizinkan tetap dibatasi, hanya 23 percakapan pada saat bersamaan di satu area layanan. Sebuah jumlah yang dirasakan di dunia usaha tidak cukup menjanjikan untuk berinvestasi serius.
Baru di tahun 1968, FCC mengizinkan peningkatan alokasi frekuensi. Kemudian AT&T dan Bell Labs bersaing mengajukan sistem selular sebagai konsep baru sistem telefon bergerak. Sistem baru ini bertumpu pada pemancar dengan daya rendah untuk layanan di satu area kecil yang berukuran beberapa km saja. Inilah cikal bakal dari teknologi yang disebut “cell” atau “cellular”. Kumpulan dari sel-sel kecil ini, bila digabungkan akan membentuk area layanan yang luas. Masing-masing tower pemancar hanya akan menggunakan sebagian kecil dari total frekuensi yang dialokasikan.
Tahun 1977 AT&T dan Bell Labs membuat prototipe sistem seluler. Setahun kemudian diujicobakan secara umum di Chicago. Lebih dari 2000 pelanggan turut mencoba sistem baru ini. Kemudian pada tahun 1981, Motorola dan American Radio Telephone juga memulai sistem komunikasi berbasis selular di Washington/Baltimore. FCC baru satu tahun kemudian memberikan izin komersialisasi layanan telefon
bergerak. Yang memacu perusahaan komunikasi lainnya untuk mengembangkan teknologi seluler. Pada tahun 1983 perusahaan Ameritech muncul salah satu standar sistem komunikasi seluler.
Teknologi ini dikenal dengan nama AMPS (Anvanced Mobile Phone Service). Inilah layanan komersial pertama sistem selular analog yang menjadi basis teknologi digital (TDMA, dan CDMA). Perkembangan teknologi telepon seluler tidak hanya terjadi di Amerika Serikat saja. Jepang pada tahun 1979 meluncurkan layanan telepon seluler dengan sistem komunikasi berbasis PCS. Eropa tidak mau ketinggalan dengan mengembangkan teknologi GSM.Teknologi ini digunakan tahun 1970 yang diawali dengan penggunaan mikroprosesor untuk teknologi komunikasi. Pada tahun 1971, jaringan handphone pertama dibuka di Finlandia bernama ARP. Menyusul kemudian NMT di Skandinavia pada tahun 1981 dan AMPS pada tahun 1983. Penggunaan teknologi analog pada generasi pertama menyebabkan banyak keterbatasan yang dimiliki seperti kapasitas trafik yang kecil, jumlah pelanggan yang dapat ditampung dalam satu sel sedikit dan penggunaan spektrum frekuensi yang boros.
Di sisi lain, meningkatnya jumlah pelanggan tidak bisa ditampung generasi pertama. Selain itu, teknologi 1G hanya bisa melayani komunikasi suara, tidak seperti 2G yang bisa digunakan untuk SMS. NMT atau Nordic Mobile Telephone adalah jaringan handphone analog yang pertama kali digunakan secara internasional di Eropa Utara. Jaringan ini beroperasi pada frekuensi 450 MHz sehingga sering disebut NMT-450, ada juga NMT-900 yang beroperasi pada frekuensi 900MHz. Mengingat tuntutan pasar dan kebutuhan akan kualitas yang semakin baik, lahirlah teknologi generasi ke dua atau 2G. Generasi ini sudah menggunakan teknologi digital. Teknologi 2G lainnya adalah IS-95 CDMA, IS-136 TDMA dan PDC.
Generasi kedua selain digunakan untuk komunikasi suara, juga bisa untuk SMS dan transfer data dengan kecepatan maksimal 9.600 bps (bit per second). Sebagai perbandingan, modem yang banyak digunakan untuk koneksi internet berkecepatan 56.000 bps (5,6 kbps). Kelebihan 2G dibanding 1G selain layanan yang lebih baik, dari segi kapasitas juga lebih besar. Karena pada 2G, satu frekuensi bisa digunakan beberapa pelanggan dengan menggunakan mekanisme Time Division Multiple Access (TDMA).
Standar teknologi 2G yang paling banyak digunakan saat ini adalah GSM (Global System for Mobile Communication), seperti yang dipakai sebagian besar handphone saat ini. GSM beroperasi pada frekuensi 900, 1800 dan 1900 MHz. GSM juga mendukung komunikasi data berkecepatan 14, 4 kbps.
Dari data di atas dapat kita ketahui betapa perkembangan teknologi yang terdapat pada handphone begitu menakjubkan. Dari bentuk sederhana sampai bisa tercipta bentuk ular atau jam tangan yang mempermudah seseorang membawa handphone. Dan kini terdapat layar sentuh tanpa perlu menekan tombol, kamera yang memiliki angka pixel yang menunjukkan kualitas yang semakin bagus. Sekarang bila kita ingin membuat video pun tidak perlu menggunakan alat khusus untuk merekam, handphone pun sekarang sudah ada yang dapat digunakan untuk merekam. Dan kita bisa mendengarkan musik kesukaan kita hanya perlu membawa handphone yang terfasilitasi dengan musik.
Sungguh kita semakin dimanjakan dengan teknologi yang ada saat ini termasuk handphone. Dan semakin beragam pula cara-cara memanfaatkan fasilitas yang semakin canggih itu.
C. Peranan Telepon Genggam Terhadap Kehidupan Remaja Seiring Dengan Perkembangan Teknologi dan Komunikasi?
Kemajuan teknologi saat ini tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Berbagai informasi yang terjadi di berbagai belahan dunia kini telah dapat langsung kita ketahui berkat kemajuan teknologi (globalisasi). Kalau dahulu kita mengenal kata pepatah “dunia tak selebar daun kelor”, sekarang pepatah itu selayaknya berganti dunia saat ini selebar daun kelor, karena cepatnya akses informasi di berbagai belahan dunia membuat dunia ini seolah semakin sempit dikarenakan kita dapat melihat apa yang terjadi di Amerika misalnya, meskipun kita berada di Indonesia.
Tentu kemajuan teknologi ini menyebabkan perubahan yang begitu besar pada kehidupan umat manusia dengan segala peradaban dan kebudayaannya. Terutama terhadap remaja. Perubahan ini juga memberikan dampak yang begitu besar terhadap transformasi nilai-nilai yang ada di masyarakat. Khususnya masyarakat dengan budaya dan adat ketimuran seperti Indonesia.
Saat ini di Indonesia dapat kita saksikan begitu besar pengaruh kemajuan teknologi terhadap nilai-nilai kebudayaan yang di anut masyarakat, baik masyarakat perkotaan maupun pedesaan (modernisasi). Kemajuan teknologi seperti televisi, telepon dan telepon genggam (HP), bahkan internet bukan hanya melanda masyarakat kota, namun juga telah dapat dinikmati oleh masyarakat di pelosok-pelosok desa. Akibatnya, segala informasi baik yang bernilai positif maupun negatif, dapat dengan mudah di akses oleh remaja. Dan di akui atau tidak, perlahan-lahan mulai mengubah pola hidup dan pola pemikiran masyarakat khususnya remaja di pedesaan dengan segala image yang menjadi ciri khas mereka.
Dampak yang positif dan juga negatif terhadap kehidupan masyarakat terutama kaum remaja yang nota bene selalu tertarik untuk mencoba hal-hal baru, sedang dari segi psikologis, kondisi kejiwaan mereka merupakan usia yang paling rawan terhadap pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.
Saat ini dapat kita lihat betapa kemajuan teknologi telah mempengaruhi gaya hidup dan pola pikir remaja. Mereka banyak berinteraksi dengan teknologi seperti televisi, handphone, ataupun internet. Dan juga secara pengaruh, merekalah yang
paling rentan terkena pengaruh/dampak negatif dari teknologi tersebut. Kalau dulu kita lihat para siswa bersekolah dengan hanya membawa buku-buku pelajaran ataupun alat tulis, kini dapat kita saksikan para siswa berangkat sekolah dengan handphone sebagai bawaan wajib mereka. Entah sebetulnya mereka benar-benar membutuhkan handphone tersebut sebagai alat komunikasi atau tidak, yang jelas bagi remaja handphone merupakan sarana gaul yang mutlak yang mereka miliki. Semakin bagus handphone yang mereka punya, semakin merasa gaul dan percaya dirilah mereka (walaupun mungkin mereka tidak tahu bagaimana cara menggunakan fitur-fitur canggih yang mereka punya di handphone mereka).
Dari mana para remaja itu memperoleh handphone tersebut? Dapat di pastikan, mereka memperolehnya dari orang tua mereka masing-masing. Dan umumnya, para orang tua itu merasa bangga bisa memenuhi segala kebutuhan dan permintaan anaknya tanpa mereka memperhatikan dampak yang akan timbul dari apa yang mereka para orang tua berikan pada anak. Itulah ungkapan kasih sayang orang tua yang mungkin cara penyampaiannya kurang tepat. Dengan memberi anak mereka handphone keluaran terbaru, misalnya, mereka merasa telah berhasil sebagai orang tua, tanpa mereka pertimbangkan, akan di gunakan untuk apa handphone tersebut oleh anak-anak mereka?
Memberikan alat komunikasi seperti handphone kepada anak, sesungguhnya bukan hal yang salah, karena dengan handphone tersebut, mungkin orang tua berharap komunikasi dengan sang anak lebih mudah dan lancar, akan tetapi, hal tersebut menjadi boomerang ketika ternyata handphone tersebut disalahgunakan oleh anak untuk hal-hal yang negatif seperti menyimpan foto-foto ataupun video porno dan juga di gunakan sebagai alat yang memperlancar komunikasi dengan lawan jenis untuk hal-hal yang kurang bermanfaat seperti pacaran, sehingga dengan handphone tersebut berdampak negatif pada anak khususnya remaja seperti terjadinya pergaulan bebas, seks di luar nikah dan menurunnya prestasi belajar bahkan juga bisa terjadi anak mengambil uang ataupun barang berharga milik orang tuanya tanpa izin hanya untuk membeli pulsa.
Karena itu, orang tua hendaknya benar-benar mempertimbangkan matang-matang segala dampak yang akan timbul sebelum memutuskan untuk memberikan handphone ataupun benda-benda lain yang sekiranya berdampak negatif terhadap perkembangan anakyang sudah memasuki tahap remaja.
Ketika memutuskan untuk memberikan handphone kepada anak, alangkah baiknya orang tua juga mengawasi dan mengarahkan anak agar anak tidak lepas kontrol dalam menggunakan handphone. Tidak ada salahnya sewaktu-waktu kita memeriksa handphone anak untuk mengetahui isi yang ada di dalamnya dengan meminta ijin anak terlebih dahulu. Karena dengan meminta ijin, anak akan merasa dihargai dan itu memberikan pengaruh yang besar terhadap pribadinya dan juga membentuk kesan positif dalam diri mereka tentang pribadi kita sebagai orang tua.
Ketika kita dapati mungkin ada video porno di handphone anak, jangan langsung bersikap menghakimi dan menghukum layaknya seorang polisi, akan tetapi alangkah baiknya kita tanyakan kepada anak darimana dia mendapat video itu dan untuk apa dia menyimpannya. Apapun jawaban anak, orang tua tidak boleh bersikap menghakimi dan menyalahkan anak, apalagi memarahi anak dan berlaku ringan tangan. Akan tetapi kita ajak anak berdiskusi/sharing mengenai hal tersebut .

KARYA ILMIAH BIOLOGI TENTANG SENI BONSAI

KARYA ILMIAH BIOLOGI TENTANG SENI BONSAI
BAB I

PENDAHULUAN
A. Tujuan

Dalam penyusunan karya ilmiah ini, tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuannya adalah agar dapat:

1. Mengetahui bagian – bagian tanaman yang dapat dibentuk menjadi bonsai

2. Mengetahui tanaman bibit bonsai

3. Mengetahui tanaman bakal bonsai dan bagaimana cara menanamnya

4. Mengetahui bagaimana cara membuat tanaman bonsai

5. Untuk memenuhi tugas mandiri mata pelajaran bahasa Indonesia

B. Latar Belakang
Menurut Rismunandar, (1993L tanpa halaman) menyatakan, “tanaman kerdil yang dipelihara di dalam pot yang beraneka ragam bentuk dan warnanya itu di Jepang diberi nama bonsai.” Dari kutipan di atas menunjukan tentang pengertian bonsai, jadi bonsai adalah tanaman kerdil yang bentuknya menyerupai tanaman di alam bebas yang di tanam di pot yang beraneka ragam bentuknya dan warnanya atau sering juga disebut tanaman hias, itu karena bentuknya yang indah dan menarik dan biasa dipajang di halaman rumah sebagai Hiasan untuk menambah keindahan rumah, sehingga orang yang melihat akan merasa tertarik. Pertama kalinya tanaman bonsai ini dikembangkan di Tiongkok pada abad ke XI, kemudian pada abad ke XV seni tanaman bonsai masuk ke Jepang, hingga seni tanaman kerdil ini disebut bonsai. Dengan keindahan dan keunikan dari tanaman bonsai ini akhirnya tanaman bonsai ini sampai merambah ke Amerika Serikat bahkan ke dunia Barat termasuk ke Indonesia bonsai ini banyak digemari dan diminati untuk bisa memiliki tanaman itu. Dengan demikian untuk bisa memenuhi hasrat itu, maka bonsai dalam penyusunan karya ilmiah ini. Hal ini sengaja penulis sajikan agar menambah kreatifitas bagi yang berminat tanaman hias.
C. Metode

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis menggunakan metode deskripsi dan pendekatan yang digunakan yaitu dengan pendekatan normative, dimana penulis menjelaskan dan memaparkan bagaimana cara membentuk tanaman menjadi tanaman bonsai dengan menggunakan literature yang ada
D. Sistematika Penulisan

Di samping karya ilmiah ini harus bersifat ilmiah, juga harus tersusun secara sistematis. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: Dalam sistematika penulisan karya ilmiah ini diawali dengan isi yang terdiri dari daftar isi, dilanjutkan dengan isi yang terdiri dari beberapa Bab yaitu Bab I, Bab II, dan Bab III, yakni rinciannya sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan

Isi dari Pendahuluan ini terdiri dari beberapa sub Bab yaitu; tujuan, latar belakang, metode; sistematika penulisan, dan terakhir Kegunaan

Bab II Pembahasan

Pembahasan ini menguraikan materi tentang tanaman bonsai secara teoritis dimana dalam hal ini terdiri dari beberapa sub yaitu: bagian tanaman, sifat dan fungsinya, bibit bonsai, bakal bonsai dan cara menanamnya; dan tahap-tahap pembentukan bonsai.

Bab III Penutup

Dalam Bab III ini diisi dengan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran, dimana penulis setelah menguraikan materi tentang bonsai selanjutnya menyimpulkan dan memberikan saran sehingga karya ilmiah ini bisa bermanfaat.
E. Kegunaan

Manfaat dan kegunaan penyusunan karya ilmiah ini diharapkan bisa:

1. Menumbuhkan minat seseorang untuk bisa memiliki bonsai

2. Memberikan motivasi untuk bisa berkreasi dan kreatif

3. Memberikan pengetahuan dan pengalaman bagaimana membentuk tanaman bonsai
BAB II

PEMBAHASAN
A. Bagian Tanaman, Sifat Dan Fungsinya

Bagi seorang yang baru ingin mengembangkan daya kreasinya membentuk bonsai, terlebih dahulu memerlukan bekal pengetahuan ala kadarnya tentang tumbuh-tumbuhan.
Membuat bonsai pada hakikatnya mempengaruhi bagian-bagian tanaman sedemikian rupa sehingga bisa tampil pertumbuhan yang dikehendaki pemiliknya.
Perlu diingat, bahwa tumbuh-tumbuhan sebagai makhluk yang hidup, walaupun bersifat pasif, tetap akan memberikan reaksi terhadap gangguan pada tubuhnya.
1. Organ-Organ Tanaman dan Sifatnya

Hingga saat ini tanaman yang dikerdilkan pada umumnya termasuk keluarga besar “Dicotyledon” atau tanaman yang bijinya berkeping dua, maka dari itu uraian tentang bagian-bagian tanaman di bawah ini khusus ditujukan terhadap tanaman yang berkeping dua.
Bagian-bagian tanaman dapat dibagi dalam dua bagian ialah:

- Bagian vegetatif (organum nutritivum)

- bagian generatif (organum reproductivum)

Untuk landasan membuat bonsai dibatasi pada penguraian bagian vegetatif saja, Karena bagian generatif kurang perannya dalam membentuk bonsai.

a. Bagian Vegetatif

Bagian vegetatif dapat dibagi dalam 2 (dua) bagian:

1. Yang berada di atas tanah (batang pokok, dahan, ranting, daun) berada di dalam lingkungan yang penuh dengan udara dan lembap, serta sinar matahari dan suhu udara yang tidak konstan

2. Bagian yang berada di dalam tanah, perakaran yang tumbuhnya ke bawah atau ke dalam tanah dan menghindari matahari.

Bagian ini terdiri dari:

- Akar tunggang atau akar pokok yang tumbuhnya lurus ke bawah

- Akar lateral, tumbuhnya mendatar, dan keluar dari dekat leher akar
b. Sifat dan fungsi bagian vegetative

1. Batang pokok

Dapat meningkat tingginya, Karena diperlengkapi dengan titik tumbuh pucuknya. Dan dapat memperbesar lingkaran batangnya Karena diperlengkapi dengan jaringan khusus yang disebut kambium. Letak kambium di atas kayu, dan di bawah kulit.

2. Dahan

Tumbuh dari kuntum yang berada di ketiak daun pada batang pokok yang masih muda. Tumbuhnya bisa mendatar atau membentuk sudut kurang dari 90°. Dengan adanya dahan-dahan tersebut dibentuklah mahkota pohon yang konis, pyramidal, bulat telur, lonjong dan sebagainya.
3. Ranting

Tumbuh dari kuntum yang berada di ketiak daun dahan, dapat tumbuh ke arah yang beraneka ragam, namun rata-rata tumbuh ke luar arah dahan. Pertumbuhan ranting dapat dihentikan dengan reaksi membentuk ranting-ranting baru.
4. Kuntum

Kuntum dapat berada di titik tumbuh, ketiak daun dan ada pula yang terpendam (tidak nampak) yang setiap waktu dapat tumbuh sebagai ranting atau dahan baru.
5. Akar

Akar sifatnya menghindari sinar matahari, sifat ini disebut “negatif phototropis”. Pertumbuhan akar tidak kaku, yang berarti dapat menyesuaikan diri dengan ruang lingkup di mana mereka berada, misalnya akar tunggang menjadi lateral bila tumbuhnya terhalang oleh suatu benda yang tidak bisa ditembus, akan berubah arahnya. Sebagai contoh akar tanaman di dalam pot atau keranjang akan melingkar-lingkar bilamana sudah tua umurnya.
2. Fungsi Bagian Tanaman

Organ-organ tanaman yang berada di atas tanah, tidak dapat dipisahkan dari organ-organ yang berada di dalam tanah. Dampak pertumbuhan perakaran, nampak pula pada pertumbuhan batang pokok dahan dan sebagainya.

a. Daun merupakan pabrik untuk menghasilkan zat karbohidrat, protein dan lemak.
Ketiga zat ini dibentuk melalui proses fotosintesa.

Sarana dari proses tersebut adalah:

- Hijau daun yang sehat

- Sinar matahari

- Udara yang mengandung zat asam arang (CO2)

- Air

b. Fungsi akar

Fungsi akar yang utama adalah untuk menyerap zat-zat mineral yang larut di dalam air atau dari tanah. Zat-zat mineral ini pada umumnya diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Air yang diserap bersama zat mineral, diperlukan untuk berlangsungnya fotosintesa. Tanpa air atau kekurangan air tanaman akan nampak layu, terutama yang diserang terlebih dahulu bagian-bagian yang masih relatif muda.
B. Bibit Bonsai

Bibit untuk bonsai atau bakal bonsai dapat diperoleh dari:

- Biji yang khusus disemaikan atau dari semai yang ada di alam bebas

- Setekan atau cangkokan, yang pembuatannya memerlukan sedikit keterampilan

- Okulasi

- Bongkah-bongkah tanaman yang masih bertunas dan masih nampak bertahan untuk hidup
1. Semai Bakal Bonsai

Untuk mendapatkan bibit melalui penyemaian sendiri, akan memakan waktu cukup lama. Menyemaikan biji hingga dapat di tanam dalam pot banyak liku-likunya, sehingga dapat menghabiskan semangat untuk memulai mengayunkan langkah membentuk bonsai.
Pesemaian bibit bonsai lebih baik diserahkan saja kepada perusahaan bibit (bonsai) yang sekaligus berkecimpung dalam pembikinan bonsai untuk di jual.

2. Setek, Cangkok Dan Okulasi

Menyetek, mencangkok dan membuat okulasi merupakan seni tersendiri. Menyetek dan mencangkok dapat menghasilkan tanaman baru dalam jangka waktu yang relatif singkat (1-2 bulan). Sedangkan membuat okulasi bisa membutuhkan waktu lebih dari 1 tahun.
a. Menyetek

Sebelum mempraktekan teknis menyetek tanaman, perlu disadari bahwa setiap jenis tanaman dapat dengan mudah disetek.

Dikenal 3 jenis setek, yaitu:

- Setek lunak dan setengah lunak

- Setek keras

- Setek daun

b. Cangkok

Untuk mencangkok, dipilihlah dahan minimal sebesar pensil atau ibu jari, dan kulitnya mudah dikelupas (tidak lengket).

Teknik mencangkok

- Kupas kulit dahan selebar 3-5 cm

- Buang lendirnya dengan mengerok atau melap dengan kain yang kering

- Biarkan 3-4 hari

- Kemudian tutup lukanya dengan mos yang dibasahi atau campuran antara tanah dan remah dengan kompos yang tua dengan perbandingan 1:1

- Balut mos atau tanah dengan lembaran plastik, dan ikat baik-baik di bagian atas dan bawah

- Dengan jarum lembaran plastik dilubangi agar sirkulasi udara dapat berlangsung.
c. Membikin Okulasi

Bagi yang telah biasa menanam satu jenis pohon misalnya buah-buahan dalam bentuk okulasi untuk dijadikan bonsai, tidak merupakan suatu problem yang pelit. Tapi tidak demikian halnya bagi seorang pendatang baru, yang ingin menyibukkan diri dalam seni bonsai dan harus didahului dengan membikin ekolusi sendiri. Bibit ekolusi terdiri dari 2 (dua) bagian ialah :

- Batang bawah (onderstam)

- Batang atas (entrijs)

Langkah-langkah dalam perokulasian:

- Batang pokok bersihkan 15 cm di atas tanah

- Sayat kulit 10 cm dari atas tanah selebar 8 mm, dengan membikin keratan di bagian atas dan kanan kiri menurun ± 4 cm panjang

- Tarik kulit ke bawah, sehingga merupakan lidah, kemudian potong separuhnya

- Sayat mata dari dahan entrijs, dengan kayunya sedikit dari bawah ke atas, panjang ± 4 cm di atas mata yang merata, sehingga pas betul menempel pada keratan pohon pokok

- Angket kayu perlahan-lahan tanpa merusak matanya

- Kulit yang bermata, masukkan antara kayu dan kulit lidah batang pokok, yang telah dibuka, dan tempelkan kembali, usahakan matanya tidak tertutup

- Balut dengan tali raffia yang erat
C. Bakal Bonsai Dan Cara Menanamnya

Prinsip-prinsip menanam bonsai ini ialah:

- Pot dibikin dari tanah bakar, porselin atau plastic

- Air di dalam pot yang berlebih harus dapat mengalir keluar dengan sendirinya

- Jenis tanahnya adalah tanah yang tidak mudah padat atau plastik (liat/lengket)

- Tanah di dalam pot harus yang cerul, sehingga banyak mengandung udara bersih

- Daya serap tanahnya terhadap air baik, sehingga dapat mempertahankan kelembapannya.
1. Pot dan isinya

Pot merupakan sarana dalam kreasi bonsai yang tidak kalah penting dengan bonsai sendiri. Dengan bonsai, pot merupakan rangkaian yang harus harmonis, yang serasi dan atraktif dengan kata lain berukuran seimbang dengan bentuk bonsainya.
Pot bonsai dapat berbentuk: bulat, oval, segi lima, segi panjang dan sebagainya
Ukurannya : besar, sedang, kecil hingga kecil sekali, tinggi hingga rendah seperti talam
Warnanya : beraneka ragam

Lubang pembuangan air : Selain pot berbentuk baki, semua pot bonsai
diperlengkapi dengan satu atau lebih lubang pembuangan air, yang ditutup dengan gas plastik atau yang lain

Pada umumnya jenis tanaman tertentu membutuhkan campuran tanah yang khas bagi mereka. Resep umum medium untuk tanaman yang berdaun lebar (Beringin, getahperca, sawo, dan sebagainya) adalah:

50 % tanah liat sedang

20 % pasir dan

30 % kompos
2. Mengisi Pot

Mengisi pot untuk tanaman bonsai merupakan duplikasi dari keadaan yang sebenarnya di alam bebas. Lapisan paling atasnya atau topsil, tebalnya tidak lebih dari 35 cm bersifat cerul, penuh dengan humus, dan subur.

Lapisan kedua masih lunak, masih dapat menyalurkan air ke bawah menjadi air tanah. Lapisan ketiga bisa berbentuk lapisan tanah yang banyak batu-batuan berukuran beraneka ragam dan akhirnya lapisan paling bawah adalah lapisan induk batu yang kedap air.
Kesuburan dan tinggi rendahnya pertumbuhan tanaman tahunan tergantung pada tebal tipisnya lapisan kedua dan ketiga. Bila lapisan kedua dan ketiga bercadas, pertumbuhan akar tunggangnya terhalang. Tanah yang tidak dalam dan bercadas dalam musim kemarau banyak mengalami kekurangan air. Akibatnya ialah tanaman tahun yang tumbuh di atasnya tidak akan normal, alias pendek.
3. Pengamanan Isi Pot

Batu kerikil, pasir dan tanah bisa mengandung serangga tanah yang membahayakan tanaman bonsai, terutama cacing dan nematoda. Cacing tanah atau cacing hujan walaupun tidak akan merusak akar namun tetap saja dapat merisaukan. Selain serangga, jenis-jenis penyakit yang dapat mengakibatkan pembusukan pun bisa berada di dalam tanah maupun pasir. Biji-biji rerumputan dan sebaginya terdapat pula di pasir.
4. Cara Menanami Bonsai

Bakal bonsai dapat diperoleh melalui beberapa cara ialah:

- Membibitkan sendiri melalui penyemaian

- Membeli dari penjual bibit di pinggir jalan atau kebun bibit

- Mencari di luar halaman atau di alam bebas
5. Pemeliharaan Setelah Tanam

Setelah penanaman selesai, siram bakal bonsai dan tanahnya dengan mempergunakan spayer yang halus. Air penyiraman harus bersih dan tidak berlumpur dan nentral (tawar). Hentikan penyiraman jika air sudah berkelebihan dan mengalir ke luar melalui lubang air. Bila air nampak mengenang dan tidak mau keluar lubang air, ini merupakan pertanda bahwa lubang air tersumbat. Malapetaka kecil ini dapat diatasi dengan alat pengungkit.
Untuk menghindari permukaan tanah di dalam pot cepat mengering. Dapat ditutup dengan mos kering sebagai mulsa atau lumut hijau bilamana ada. Namun yang lebih praktis adalah dibungkus dengan lembaran plastik. Batu kerikil kecil-kecil dapat berfungsi juga sebagai mulsa. Tempatkan kemudian bakal bonsai di tempat yang teduh, tidak banyak angin dan bebas dari gangguan anak-anak atau hewan kesayangan.
Untuk mempercepat tumbuhnya kembali (recovering) bakal bonsai dapat diusahakan dengan menutup seluruh tanaman dengan kantung plastik transparan.
D. Tahap-Tahap Pembentukan Bonsai

Membentuk tanaman kerdil alias bonsai pada hakikatnya ialah membuat duplikat dari bentuk-bentuk pohon-pohonan di alam bebas. Skala duplikasi ini bisa kecil, sedang, hingga cukup besar namun tetap di bawah ukuran yang normal.
Bentuk bonsai dapat menggambarkan sejenis pohon yang bertahan terhadap keganasan alam, misalnya angin yang keras, badai laut di pinggir pantai yang berlaut-laut. Pohon nampak porak-poranda namun tetap survive.

Bonsai dapat menampilkan bentuk mahkota pohon indah secara individual, namun dapat pula berbentuk kebun mini. Kebun mini ini dapat berbentuk rata, namun dapat pula berbentuk puncak gunung dengan beberapa tanaman kerdil. Puncak gunung dapat nampak hijau karena tertutup mos atau berbentuk batu-batu karang yang menampilkan bentuk tanah yang kritis.

1. Tahap Pertama, Membentuk Kerangka Dasar

Bakal bonsai yang sudah siap untuk diberi kerangka dasar adalah yang sudah benar-benar sehat kembali, setelah mengalami pemindahan. Batang Pokoknya praktis sudah tidak tergoyahkan lagi dan sudah cukup mencapai ketinggian yang diperlukan pada akhirnya untuk dibentuk.

Kerangka dasar sementara sudah dimulai pada waktu memindahkan tanaman ke dalam pot bonsai. Sebelum membentuk kerangka dasar, rencanakan terlebih dahulu masak-masak bentuk bonsai yang dikhayalkan, dan bagaimana kira-kira bentuk bonsai pada akhirnya nanti.

Kerangka dasar ini terdiri dari rangkaian batang pokok dan beberapa dahan
Dahan-dahan yang dianggap berlebihan dipangkas dengan gunting pemangkas sedemikian rupa, sehingga habis pangkalnya. Tepatnya, luka bekas dahan nampak rata dengan permukaan kulit batang pokok.

Batang Pokok

Batang pokok dapat diatur sikapnya menjadi:

- Tegak lurus dengan dahan membentuk mahkota yang sistematis atau asimatris

- Berliku-liku namun menjulang ke atas

- Miring hingga menggelantung

- Berbatang pokok lebih dari satu yang tumbuh dekat leher akar atau lebih tinggi dan sebagainya.
2. Tahap Kedua Merubah Arah Dan Bentuk

Merubah bentuk dan arah tumbuhnya batang pokok dan dahan-dahan merupakan suatu paksaan dan memakan waktu hingga bentuk dan arah yang dikehendaki tercapai.
Untuk keperluan tersebut diperlukan sarana untuk memudahkan pelaksanaannya sebagai berikut:
- Kawat kuningan dari beberapa ukuran diameternya

- Tali raffia

- Tang untuk memotong kawat

- Gunting pemangkas

- Gunting biasa

- Pisau kecil yang tajam

- Tang yang runcing ujungnya

- Cellotape
E. Penyempurnaan Bentuk Bonsai

Tidak semua jenis tanaman dapat dikerdilkan. Misalnya tanaman advokat yang berdaun lebar dan panjang tidak. Mungkin memenuhi persyaratan agar daunnya bisa mengecil. Tanaman yang dapat memenuhi persyaratan untuk dikerdilkan adalah tanaman yang mempunyai daun berukuran kecil, misalnya Beringin, jeruk kingki (Triphasi aurantium), jenis-jenis coniper (cemara, pinus dll), delima (punika granatum), lo (ficus glomerata) dan sebagainya. Di samping berukuran kecil hendaknya mempunyai sifat mudah rontok.
Penyempurnaan bonsai kini letaknya untuk menyusun ranting-ranting dengan daunnya yang cukup lebat, namun seimbang dengan bentuk dan ukuran bonsai keseluruhannya.
Batang pokok dan dahan harus nampak tumbuh kuat, dan menghasilkan ranting-ranting dan daun yang sehat. Walaupun bagaikan suburnya pertumbuhan daun namun dalam peryempurnaan bentuk bonsai, batang pokok dan dahan harus nampak jelas tidak tertutup. kedua-duanya merupakan kerangka dasar, dan sebagai dasar yang harus tetap menonjol.
Langkah-langkah penyempurnaan ini dalam hakikatnya sangat mengasyikan pemiliknya. Setiap waktu yang senggang sering dimanfaatkan untuk meneliti pohon kerdil kesayangannya. Langkah-langkah penyempurnaan ini terdiri dari.
- Pemangkasan

- Pengetipan/pengurangan kuntum ranting maupun dahan

- Jika perlu menambah lakukan dan sebaginya.

Rabu, 10 November 2010

*PERUSAHAAN yang tidak bermenejemen*


Beberapa minggu sebelum lulus dari sekolah bisnis , Cervantes Pablo mulai mencari pekerjaan di SAN DIEGO , di daerah California . sementara dia sedang membaca melalui iklan baris , matanya tertuju pada sebuah iklan .
                Enerjik, dan aktif dicari untuk perusahaan yang baru dibentuk di bidang pembuangan limbah. Kami mengantisipasi pertumbuhan 500 persen dalam beberapa tahun pertama. Orang bergabung dengan tim kami harus melupakan tentang kendala dan peran yang diberlakukan oleh kebanyakan perusahaan. Tulislah kepada kami tentang dirimu ke, box 7654, surat kabar ini.
                 Berpikir "apa ruginya?" Cervantes mengirimkan surat dan resume. Dikejutkan, ia menerima telepon sekitar satu minggu kemudian. Berg Marty, si penelepon, mengatakan mewakili limbah solar dan ingin bertemu Cervantes. Kedua orang itu mengatur waktu yang tepat. Cervantes mengikuti petunjuk ke sebuah bangunan di daerah pinggir kota.

                  Berg di kawal Cervantes ke sudut bangunan kosong . mereka duduk di kursi butut adjacentto meja kerja . “ jangan biarkan penampilan menipu anda “ kata berg . “ kami menjadi sesuatu yang besar di sekitar sini kami memiliki satu juta dollar kontrak untuk bereksperimen dengan system matahari yang di gerakkan oleh pembuangan limbah padat . iklan tersebut mengatakan kita mengharapkan 500 persen  di beberapa tahun pertama , tapi itu perkiraan aconcervatif . dia pikir dia memiliki ide yang tepat untuk masalah pembungan sampah dalalm iklim panas .                                                                                                                                                      
“ Kedengarannya bagus untuk saya “ . kata Cervantes “ tapi apa pekerjaan yang anda miliki ? saya punya latar belakang bisnis yang saya bisa . saya dapat membantu anda mengelolah perusahaan . apa keterampilan yang anda cari ?

                    Di sini organisasi tradisional sudah mati kami akan bekerja sama sebagai kelompok dan melakukan apa yang perlu dilakukan “ tapi setidaknya kau bisa menceritakan apa jabatan saya ?   “ Tanya cervates “ .  Akan saya menjadi manajer? Sebuah perwakilan penjualan? Seorang spesialis? "
"kau lagi," kata Berg. "gelar tersebut tidak memiliki relevansi di perusahaan perintis kecil kami. Kami mencari bakat dan ambisi. Kami memiliki produk yang tidak konvensional untuk ditawarkan ke masyarakat, jadi kami ingin sebuah perusahaan yang tidak konvensional untuk melaksanakan misi kami. Tidak akan ada peran tetap bagi siapa pun. "Oke, saya mendapatkan intinya. Tapi bagaimana dengan gaji awal saya jika saya bergabung di perusahaan  limbah solar. Apa jadinya?

                   “ banyak yang menurut anda layak  dan tidak tergantung  pada banyaknya uang yang kita available untuk berbagi diantara kami “ . tidak mau tergantung mmbayar upah orang-orang yang tetap setiap bulannya ,                Begitu banyak yang bergantung pada seberapa banyak mereka menyumbang dan berapa banyak pekerjaan yang masuk "
Pada titik ini, telepon Berg berdering. Setelah berbicara sebentar, Berg berkata, "saya harus mengurus keadaan darurat sekarang. Bisakah Anda kembali dalam dua puluh menit? Kemudian anda dapat bertemu dengan salah seorang pendiri limbah solar. Saya rasa saya melihat beberapa kemungkinan di sini. Aku tahu dia akan ingin bertemu Anda. 
Cervantes berjalan di seberang jalan untuk mendapatkan minuman ringan dari mesin penjual otomatis layanan stasiun. Dia berpikir, "saya harus masuk dalam mobil saya dan memutar balik? Atau apakah  saya harus melihat lebih jauh ke dalam kesempatan yang berpotensi besar “ ?
           

Case Question :

1. What do you think of the management philosophy of solar waste ?
2. Will the organizational structure marty berg has in mind work ? why or why not …..
3. From vour stand point , is marty berg describing a utopia or a snake pit ? explain your reasoning …….                                              
4. What should Pablo Cervantes do after he finishes his soft drink ?

answer :

1 . the management organization  have not a good  organization because the management have not any          planning  , leading and controlling .
2 . marty berg should have a good management , the organization is fit with organization theory , as if division of labor clear at everyone doing a work . for example : director , director representative , marketing , part of production , atc .
3 . the company have a not good organization management , unclear for division off labor and revenue . the company so difficult for growth and optimal result .
4 . Pablo cerventes should living the company , because the company so difficult for hopingto make a progress .